24 Januari 2009

Kendala Anak dalam Berbicara

WALAUPUN telah bisa berbicara dimulai pada usia tiga tahun, banyak pula anak yang tidak bisa berbicara. Berikut kendala yang sering dihadapi anak-anak dalam berkomunikasi pada usia batita.

Babbling

Sebagian anak di awal usia batita, melakukan babbling, yaitu mengeluarkan suara berupa satu suku kata, seperti "ma" atau "ba". Namun, itu masih belum bermakna. Jadi sekadar mengoceh atau bereksperimen. Sering-seringlah mengajaknya berkomunikasi, misal, "Adek mau main boneka ini? "Ucapkan hal itu dengan jelas sehingga lambat laun anak dapat meniru untuk dapat mengucapkan kata-kata yang jelas dan bisa dimaknai pula.

Bahasa Planet

Contoh, saat meminta sesuatu, dia hanya menunjuk sambil mengeluarkan kata-kata yang tidak dimengerti orang dewasa. Atau, dia kemudian menggunakan bahasa tubuh, misalnya ketika masih ingin digendong, dia menarik ibunya sambil mengeluarkan suara tertentu yang maksudnya masih ingin digendong atau bermain dengan ibunya.

Bahasa tubuh dijadikan bentuk komunikasi, misalnya ketika ia merasa haus, ia menunjuk atau mengambil gelas plastiknya sambil berkata, "Ma" atau kata lainnya. Untuk menghadapi hal ini, sebaiknya segera ketahui sesuatu yang dimaksud si kecil dengan cara menuju objek yang diinginkan.

Sepotong-sepotong

Kemampuannya untuk menangkap, mencerna, dan mengeluarkan apa yang ingin diucapkan masih dalam tahap belajar. Wajar kalau pengucapan masih sering tersendat-sendat atau sepotong-sepotong, hanya pada bagian akhir kata. Misalnya, "minta" jadi "ta", minum jadi "num", dan lain-lain. Kita perlu meluruskan dengan mengucapkan berulang-ulang. Misal "Oh, Adek minta minum ya!"

Sulit mengucapkan huruf atau suku kata

Misalnya, kata mobil disebut "mobing". Atau toko jadi "toto" atau stasiun jadi "tatun". Pengucapan semacam ini, jadi sulit ditangkap artinya. Biasanya kendala ini akan hilang dengan bertambah usia anak atau bila kita melatihnya dengan membiasakan menggunakan bahasa yang baik dan benar.

Terbalik-balik

Contoh, maksud si kecil ingin mengatakan "Mau ikut ke pasar", tapi yang dia ucapkan, "pacang icut mau", dan sebagainya. Ini tentu saja membingungkan dan kadang sulit dipahami pihak yang diajak bicara. Tak perlu menyalahkan susunan kalimat si kecil karena bisa mengundangnya untuk terus mengulang yang salah.

Jangan lupa, di usia ini, si kecil masih dalam masa negativistik sehingga senang membangkang. Sebaiknya coba luruskan dengan cara mengucapkan kalimat dengan susunan yang benar. "Oh, Adek mau ikut ke pasar, ya!" Lalu,berikan jawaban, "Adek boleh kok, ikut ke pasar."
(sindo//tty)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar